Lagi Trend, Naming Rights Juga Memiliki Risiko Bagi Brand

Setelah Kopi Tuku membeli hak penamaan atau Naming Rights untuk nama Stasiun MRT Cipete, kini giliran grup band D’Masiv yang membeli hak penamaan untuk Halte Transjakarta Petukangan. Alasan, keduanya memiliki kesamaan bahwa lokasi yang dipilih memiliki kenangan yang mengikuti sejarah mereka. Namun Naming Rights juga memiliki risiko.

Menurut CEO & Founder Tuku, Andanu Prasetyo, kawasan Cipete menjadi saksi awal berdirinya brand Kopi Tuku. Ia dan keluarganya mengaku sudah tinggal di kawasan Cipete sejak tahun 1967. Di kawasan ini pula kedai Kopi Tuku pertama hadir. Karenanya, ia memutuskan membeli hak penamaan Stasiun MRT Cipete Raya menjadi  Stasiun MRT Cipete RayaTuku.

Sementara Rian, vokalis D’masiv bercerita jika kawasan Petukangan menjadi saksi ia dan teman-temannya merintis D’masiv. Jalanan Petukangan yang hampir selalu dipadati kendaraan, selalu mereka lewati dengan bermotor sejak tahun 2003, ketika grup band ini mulai dibentuk. Halte tersebut pun berubah menjadi Halte Petukangan D’Masiv.

Pembelian hak penamaan untuk fasilitas publik bukan hal yang baru.  Strategi pemasaran ini konon sudah muncul sejak 1912. Adalah John I. Taylor yang disebut-sebut sebagai perintis strategi branding dengan metode hak penamaan. John yang memiliki bisnis real estate di kawasan Jalan Fenway-Kenmore,  Boston, Massachusetts, membangun stadion Baseball untuk tim Red Sox miliknya di kawasan tersebut. 

Stadion itu kemudian dinamakan Fenway Park. John sengaja memilih nama tersebut agar bisnis real estate keluarganya itu terangkat dan dikenal orang. 

Anda yang tinggal di Jakarta, pasti familiar dengan nama-nama brand yang tersemat di seluruh stasiun MRT, dari Grab Lebak Buluk, Indomaret Fatmawati, hingga Stasiun BNI Dukuh Atas.

Kenapa brand membeli hak penamaan fasilitas publik? 

Naming Right tidak hanya meningkatkan visibilitas brand tetapi juga menciptakan koneksi emosional dengan penggemar atau konsumen dan masyarakat setempat. Ini merupakan contoh bagaimana naming rights dapat digunakan sebagai strategi branding yang efektif, mengaitkan identitas lokal dengan citra publik.

Khusus untuk Halte Transjakarta Petukangan D’Masiv, saya melihat adanya upaya grup band D’Masiv untuk membangun legacy di kawasan tersebut. Karena band ini sepertinya tidak lagi butuh visibility.

Namun membeli Naming Rights, seperti yang dilakukan oleh brand Kopi Tuku, D’MASIV, dan brand lainnya selain dapat memberikan banyak keuntungan, tetapi juga memiliki potensi risiko dan tantangan:

Reputasi Brand: Jika brand terlibat dalam skandal atau kontroversi, hal ini dapat berdampak negatif pada citra fasilitas publik yang menggunakan nama mereka. Sebaliknya, masalah atau insiden yang terjadi di fasilitas tersebut juga dapat memengaruhi reputasi brand.

Perubahan Selera dan Popularitas: Popularitas brand bisa naik dan turun seiring waktu. Jika popularitas brand menurun secara signifikan, nilai Naming Rights juga bisa menurun, dan fasilitas tersebut mungkin dianggap kurang menarik atau relevan.

Respon Publik dan Konsumen: Tidak semua orang mungkin setuju dengan keputusan sebuah brand untuk membeli Naming Rights. Beberapa penggemar mungkin merasa bahwa hal itu tidak sesuai dengan citra atau nilai-nilai band. Brand perlu siap menghadapi kritik dan menjelaskan alasan di balik keputusan mereka.

Pada tahun 2011, pemilik Newcastle United Mike Ashley, mengubah nama St James’ Park menjadi Sports Direct Arena untuk mempromosikan bisnis pribadinya tanpa konsultasi dengan fans.

Dampaknya fans marah besar, merasa tradisi klub dihancurkan demi keuntungan bisnis. Akhirnya, nama klasik St James’ Park dikembalikan setelah tekanan publik.

Perubahan Regulasi dan Kebijakan: Perubahan dalam regulasi pemerintah atau kebijakan publik juga dapat memengaruhi nilai dan keberlanjutan Naming Rights. Brand perlu memantau perkembangan ini dan menyesuaikan strategi mereka jika perlu.

Naming rights bisa memperkuat eksistensi brand, tetapi perlu dieksekusi dengan cermat — mulai dari pemilihan lokasi, durasi kontrak, hingga strategi komunikasi saat ada risiko muncul. Kalau brand berani masuk ke ranah ini, penting untuk punya rencana mitigasi krisis yang solid.

Oleh: Wiko Rahardjo

Share with
Popular Post
Arsip
id_ID