Jakarta, 1 September 2020 – Aakar Abyasa Fidzuno, selaku CEO PT Jouska Financial Indonesia (Jouska) dan Komisaris PT Mahesa Strategis Indonesia (Mahesa), hari ini menyampaikan update atas kesepakatan damai dengan sejumlah klien Jouska dan Mahesa, serta meluruskan sejumlah informasi yang beredar di publik mengenai Jouska, di antaranya:
Daftar Isi:
1. Kesepakatan damai antara Mahesa dengan klien Jouska
Sampai dengan hari Selasa (01/09), PT Mahesa Strategis Indonesia yang diwakili Aakar Abyasa sebagai komisaris dan pemegang saham, sudah berhasil mencapai kesepakatan damai dengan 45 klien Jouska yang mengajukan komplain.
Bentuk kesepakatan damai ini tidak sama antara satu klien dengan lainnya dan tidak selalu berbentuk uang tunai. beberapa diantaranya berupa pembelian kembali atau buy back saham LUCK milik klien oleh Mahesa, mengurangi keuntungan investasi saham yang hilang, atau tanpa kompensasi karena klien akhirnya memahami kasus ini sebagai kerugian investasi di pasar saham.
Nilai dari kesepakatan damai antara Mahesa dengan 45 klien Jouska hingga saat ini mencapai setidaknya Rp 13 Miliar.
Sejauh ini ada 63 klien Jouska yang mengajukan keluhan kepada Jouska dari 328 klien yang mengembangkan portofolio saham baik secara mandiri maupun lewat bantuan para broker saham di Mahesa. Persentase klien yang mengajukan komplain tidak sampai 5 persen dari jumlah klien aktif Jouska sejak awal 2020 yang sudah mencapai 1,700 klien.
“Saya berterima kasih atas kerja sama dan kepercayaan klien Jouska dalam kesepakatan damai ini. Bagi saya pribadi, klien adalah nomor satu, dan saya memahami kondisi keuangan beberapa klien yang juga terdampak Covid-19. Maka dari itu saya mengambil tanggung jawab ini, dengan mengajukan solusi berupa kesepakatan damai. Harapan saya supaya masalah ini cepat selesai tanpa ada kegaduhan lebih lanjut di industri keuangan,” ujar Aakar Abyasa dalam konferensi pers di Jakarta.
2. Jouska Tidak Pernah Mengelola Saham Klien
Dalam konferensi pers ini, Aakar Abyasa juga mengklarifikasi kesalahpahaman publik bahwa Jouska melampaui kewenangan dengan mengelola dana, bahkan mentransaksikan portofolio saham klien.
Menurut Aakar, selama ini Jouska bahkan tidak punya akses ke rekening saham nasabah, sehingga tidak bisa mengelola dana, apalagi memperjualbelikan saham klien. Jouska juga tidak pernah menerima komisi atas transaksi saham klien yang dikelola oleh Mahesa. Advisor Jouska hanya sebatas menyarankan klien Jouska yang ingin dibantu mengembangkan portofolio sahamnya, untuk dibantu para broker saham yang tergabung dalam Mahesa.
Karena berbeda lingkup pekerjaan, maka maka kontrak klien dengan Jouska berbeda dan terpisah dengan kontrak klien dengan Mahesa. Dengan Jouska, kontrak klien hanya berisi tentang kegiatan advisory antara advisor Jouska dengan klien. Sementara dengan Mahesa, klien Jouska sudah menandatangani surat kesepakatan bersama untuk ditransaksikan sahamnya oleh broker di Mahesa.
Lebih lanjut Aakar menjelaskan bahwa hanya ada dua pihak yang memiliki akses ke username dan password dari rekening dana nasabah, yaitu klien itu sendiri dan broker saham yang tergabung dalam Mahesa. Yang terjadi adalah broker di Mahesa yang mentransaksikan jual-beli saham klien, atas persetujuan tertulis dari klien itu sendiri, dalam surat kesepakatan bersama antara klien dengan Mahesa, bukan dengan Jouska.
Namun karena advisor Jouska berkomunikasi secara rutin dengan klien, termasuk membantu klien dalam hampir segala bentuk komunikasi dengan pihak ketiga, maka klien dan publik mengira Mahesa adalah Jouska. Atas kesalahpahaman ini, CEO Jouska Aakar Abyasa mengaku lalai dan bertanggung jawab penuh. “Saya mohon maaf atas kesalahan dan kelalaian dari saya sebagai CEO dari Jouska, di mana saat klien kami bertambah pesat dan ada SOP komunikasi yang belum diperbaiki. Terlalu intensnya komunikasi antara advisor Jouska dengan klien termasuk membantu dalam komunikasi terkait pihak ketiga rupanya membuat klien menyamakan bahwa Mahesa adalah Jouska,” ujar Aakar.
Aakar Abyasa juga menjelaskan bahwa PT Jouska Finansial Indonesia dan PT Mahesa Strategis Indonesia adalah dua entitas berbeda, berada di dua lokasi kantor yang berbeda, dan tidak ada perjanjian kerja sama antara Jouska dan Mahesa. Jouska tidak pernah menerima komisi atas pembentukan portofolio saham yang dilakukan Mahesa, walaupun sebagian kecil klien Mahesa berasal dari referensi Jouska.
Mahesa adalah semacam klub trading yang berisi kumpulan broker saham berlisensi, di mana Aakar Abyasa hanya sebagai pemegang saham mayoritas pasif yang tidak terlibat dalam operasional Mahesa.
3. Jouska dan Saham LUCK
Aakar Abyasa meluruskan bahwa advisor Jouska tidak pernah menyarankan klien untuk membeli saham LUCK. Advisor Jouska sebelumnya tidak mengetahui bahwa dana klien yang dikelola oleh Mahesa akan dibelikan saham apa, karena ini adalah ranah kesepakatan antara klien dengan Mahesa. Advisor Jouska baru mengetahui adanya pembelian saham LUCK pada saat review portofolio yang berlangsung secara periodik.
Terkait keluhan klien tentang advisor Jouska menyarankan untuk jangan menjual saham LUCK adalah saat advisor kami hanya mengingatkan klausul perjanjian antara klien dengan Mahesa di mana klien tidak boleh intervensi karena bisa mengganggu rencana pembentukan portofolio saham dari tim Mahesa, terang Aakar.
Selain itu, ketika harga saham LUCK turun, tim Jouska juga berharap masih ada kemungkinan untuk harga saham LUCK rebound berdasarkan insight dari broker di Mahesa. Sehingga tim Jouska masih berusaha supaya klien Jouska bisa menjual sahamnya di harga yang lebih baik. “Kami berusaha mencarikan jalan keluar yang terbaik buat klien dari situasi pasar modal yang kurang bagus. Supaya klien bisa menjual kembali di harga yang lebih bagus,” kata Aakar.
Sebagai pemegang saham pasif dan komisaris, Aakar Abyasa juga menyesalkan dan memohon maaf atas kelalaiannya dalam mengawasi operasional Mahesa. “Fokus utama kami adalah kepentingan klien dan menyelesaikan masalah tanpa menyebabkan kegaduhan. Saya memohon maaf atas kelalaian saya mengawasi dan turut menanamkan modal pada Mahesa sejak awal, dan juga mohon maaf karena saya lalai dalam berkomunikasi dengan klien mewakili pihak ketiga.”