Press Release: Untuk Segera Dimuat
Jakarta, 6 Desember 2018
World Bank Global Findex 2017 mencatat bahwa 51% dari populasi penduduk dewasa Indonesia tidak memiliki rekening bank, atau disebut juga sebagai unbanked. Masyarakat unbanked tidak memiliki akses untuk menjangkau produk perbankan karena tidak mampu memenuhi prasyarat kelayakan. Jumlah masyarakat unbanked yang mencapai 95 juta orang menempatkan Indonesia pada peringkat keempat sebagai negara dengan populasi masyarakat unbanked terbesar dunia setelah China, India dan Pakistan. Permasalahan masyarakat unbanked yang merupakan isu lama ini menjadi salah satu concern utama bagi pelaku fintech peer-to-peer (P2P) lending.
Salah satu faktor tingginya jumlah masyarakat unbanked di Indonesia adalah lokasi daerah yang tidak terjangkau oleh bank atau lembaga keuangan. Di antara penduduk dewasa unbanked yang menyatakan bahwa jarak adalah penghalang utama dalam mendapatkan rekening, 69% atau 60 juta orang di antaranya memiliki telepon seluler sendiri. Hal ini dapat menjadi potensi bagi industri fintech P2P lending untuk bisa membantu masyarakat yang masih unbanked.
Untuk itu, perusahaan fintech P2P lending Amartha dan startup penyedia tanda tangan digital PrivyID bekerjasama untuk mengambil tanggung jawab dalam membantu masyarakat unbanked. Amartha bekerjasama menggunakan tanda tangan digital PrivyID untuk menjembatani tantangan lokasi masyarakat unbanked di daerah pelosok. Dengan menggunakan tanda tangan digital, Amartha bisa mengurangi penggunaan kertas, memotong waktu pemrosesan dokumen dan akhirnya meningkatkan efisiensi tanpa harus mengorbankan proses Know Your Customer (KYC).
“Amartha punya agen lapangan di 108 lokasi di daerah pelosok dengan rata-rata dua puluh ribu kontrak baru per bulan. Menggunakan tanda tangan digital PrivyID akan membantu kami mengurangi paper works, datanya juga masuk secara real-time dan akhirnya menaikkan efisiensi dan transparansi. Sehingga agen lapangan kami bisa fokus untuk mengedukasi warga. Kami juga ingin tanda tangan digital bisa mencegah maladministrasi dan penipuan” kata Aria Widyanto, Vice President Amartha saat ditemui di Jakarta.
Menggunakan tanda tangan digital selama ini memang terbukti bisa memangkas waktu pemrosesan dokumen dan jauh mengurangi penggunaan kertas pada perusahaan fintech dan multifinance. Namun kali ini, PrivyID dan Amartha punya tantangan baru dalam menjangkau masyarakat unbanked.
“Walau ada tantangan yaitu penetrasi internet yang belum merata di daerah pelosok, tapi PrivyID menyambut semua tantangan demi menjangkau masyarakat unbanked. Kerjasama dengan Amartha ini mudah-mudahan menjadi contoh supaya para startup tidak hanya memikirkan orang-orang di kota besar saja,” ujar Guritno Adi Saputro, Co-founder PrivyID.
Sebelumnya, PrivyID juga telah membantu fintech P2P lending AwanTunai dalam menjangkau masyarakat unbanked. Dari data AwanTunai, setelah menggunakan tanda tangan digital PrivyID, pemrosesan dokumen bertambah cepat dari semula dua hari menjadi dua jam. AwanTunai juga bisa memproses dokumen pengajuan kredit lima kali lebih banyak, dari hanya seratus menjadi lima ratus dokumen setiap hari.
Fintech Wajib Pakai Tanda Tangan Digital
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berupaya memperbaiki kualitas industri fintech dengan mewajibkan penggunaan tanda tangan digital yang sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundangan di Indonesia. Tanda tangan digital ini wajib digunakan dalam pengesahan perjanjian antara penyelenggara, pemberi, dan penerima pinjaman. OJK mewajibkan perusahaan fintech menggunakan tanda tangan digital lewat Pasal 41 Peraturan OJK No 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Sejauh ini, PrivyID menjadi satu-satunya perusahaan swasta penyedia tanda tangan digital yang sudah sesuai dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang ITE, PP no. 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik serta standar sistem keamanan internasional ISO/IEC 27001:2013.
Tentang PrivyID
PrivyID adalah startup tanda tangan digital yang didirikan pada 2016 lalu dengan misi menghadirkan teknologi yang memberikan identitas tunggal yang terintegrasi secara universal di dunia digital bagi penggunanya. PrivyID adalah satu-satunya penyedia tanda tangan digital swasta yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-Undang ITE, PP no. 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, serta Permen Kominfo no. 11 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik. PrivyID juga menjadi startup Indonesia pertama yang mengantongi sertifikasi keamanan informasi berstandar ISO/IEC 27001:2013.
Sejauh ini, pengguna tanda tangan digital PrivyID mencapai 2,1 juta pengguna yang berasal dari pelanggan dan nasabah perusahaan besar seperti Telkom Indonesia, CIMB Niaga, Bank Mandiri, Bussan Auto Finance, Kredit Plus, Adira Finance, Bank BRI hingga startup dan perusahaan skala kecil menengah seperti AwanTunai, Klik Acc, Kerjasama.com, ITX dan Sewa Kamera.
Data Pendukung
- Per akhir Agustus 2018 lalu, total potensi fintech P2P lending mencapai 181 penyelenggara. (Sumber: OJK)
- Akumulasi pinjaman yang telah disalurkan oleh fintech P2P lending mencapai Rp13,83 Triliun pada September 2018. Meningkat pesat dari awal 2018 yang sekitar Rp3 Triliun. (Sumber: OJK)
- Per September 2015 memaparkan bahwa 78% dari 255 juta populasi Indonesia masih unbanked. (Sumber: Asian Development Bank)
- Jumlah masyakarat unbanked Indonesia jauh lebih tinggi daripada angka rata-rata dunia yang sebanyak 38%. (Sumber: Asian Development Bank)
- Pada 2017, 51% dari populasi penduduk dewasa Indonesia atau sejumlah 95 juta orang tidak memiliki rekening bank. (Sumber: World Bank Global Findex 2017)
- Jumlah penduduk dewasa unbanked dunia mencapai 1,7 miliar atau 31% dari penduduk global. (Sumber: World Bank Global Findex 2017)
- Indonesia berada di peringkat keempat negara dengan populasi masyarakat unbanked terbesar dunia setelah China (225 juta), India (190 juta) dan Pakistan (100 juta). (Sumber: World Bank Global Findex 2017)
- Alasan penyebab masyarakat unbanked adalah: 1) Tidak memiliki cukup uang, 2) Tidak membutuhkan rekening, 3) Biaya memiliki rekening terlalu mahal, 4) Anggota keluarga lain sudah memiliki rekening, 5) Lokasi lembaga keuangan terlalu jauh, 6) Kurangnya dokumen yang diperlukan, 7) Rendahnya kepercayaan. (Sumber: World Bank Global Findex 2017)
- Penduduk dewasa unbanked Indonesia yang menyatakan bahwa jarak adalah penghalang utama dalam mendapatkan rekening, 69% atau 60 juta orang di antaranya memiliki telepon seluler sendiri. (Sumber: World Bank Global Findex 2017)
- Persentase masyarakat unbanked di Indonesia menurun 13% sejak tahun 2014. Menempatkan Indonesia sebagai negara yang mengalami peningkatan jumlah kepemilikan rekening tertinggi di antara negara berkembang lain di wilayah Asia Timur dan Pasifik. (Sumber: World Bank Global Findex 2017)